Maraknya perkembangan kuliner saat ini membuat Gemadana Irza Siregar (23) dan Alyefi Asrar (23), Mahasiswa Teknik Industri Universitas
Sumatera Utara (USU) menciptakan varian baru
rasa es krim. Jika selama ini es krim didominasi oleh coklat, vanilla, atau stroberi, maka dua mahasiswa ini menawarkan
rasa baru yakni eskrim rasa
salak. Bisnis ini mereka beri nama Zalacca Ice Cream.
Usaha ini berawal dari program Kreatifitas Mahasiswa Dinas
Pendidikan Tinggi (Dikti) tahun 2011 yang diikuti oleh Gemadana dan Alyefi.
Sebagai penerima beasiswa Bidik Misi USU, mereka berkewajiban untuk mengajukan
proposal dan mengikuti serangkaian seleksi dari Dikti. Tanpa disangka, proposal
yang mereka ajukan diterima dan menerima dana bantuan untuk mewujudkan bisnis
ini.
“Awalnya saya dan Aly (Alyefi Asrar) hanya coba-coba saja membuat
proposal usaha itu. Ternyata Dikti menerima dan memberi modal awal 6 juta
rupiah. Dengan ditambah modal dari dana pribadi kami sebesar 4 juta rupiah,
mulailah kami merintis usaha ini. Uang 10 juta yang terkumpul kami gunakan
untuk membeli peralatan dengan cara mencicil”. ujar Gema.
Ditemui di sela – sela kesibukan perkuliahannya,
Gemadana atau akrab disapa Gema menceritakan kisah awal usaha ini. Menurut Gema,
bisnis ini dirintis sejak 3 tahun lalu. “Yang membuat ide dengan menjual eskrim
ini adalah saya, saya ingin membuat sesuatu yang unik dan berbeda aja. Saya
rasa semua orang suka eskrim, tapi harus cari rasa yang baru. Nah, lahirnya
eskrim salak ini” ujar Gema.
Zalacca Ice Cream sendiri adalah es
krim rasa salak pertama di Indonesia. Sesuai dengan namanya, es krim ini benar
– benar terbuat dari buah salak yang diolah bersama bijinya. Bahan baku eskrim
ini adalah komoditas buah salak dari Kota Padang Sidempuan yang memiliki rasa
yang khas, manis dan sedikit kelat.
Ide ini muncul atas keprihatinan Gema
terhadap Salak Sidempuan yang kurang dimanfaatkan dalam industri kuliner.
Padahal, salak sidempuan sudah dikenal di masyarakat Sumatera Utara khususnya
kota Medan sekitarnya, namun pemanfaatannya hanya sebatas buah pencuci mulut.
Gema beranggapan dengan olahan tangan – tangan terampil, salak Sidempuan dapat
menghasilkan hasil olahan kuliner yang ekonomis.
“Hal ini dapat dilihat dari banyaknya salak
Pondoh asal pulau Jawa yang dijual di Medan dari pada salak asal Sumatera Utara
khususnya salak Sidempuan. Dari situlah muncul ide untuk menjadikan salak
Sidempuan sebagai bahan utama pembuatan es krim ini” ujar pemuda asal Kota
Salak ini.
Untuk menambah ciri khas Kota Padang Sidimpuan, Gema dan Aly
memilih gerobak dengan sepeda motor Vespa untuk menjajakan eskrim salak ini. Vespa dipilih sebab sepeda motor yang
satu ini cukup terkenal di daerah Padang Sidempuan sebagai alat transportasi
angkutan umum becak.
“Pemilihan Vespa ini pun karena ada kedekatan antara Vespa dan
Kota Sidempuan. Kalau orang Sidempuan sudah pasti tahu kalau disana banyak
becak yang menggunakan vespa. Kita kan jual eskrim salak dari Sidempuan,
jualannya pakai Vespa juga dong, jadi gak setengah – setengah ciri khas
Sidempuannya, ha-ha-ha” ujar Gema sambil tertawa.
Dengan banyaknya dukungan dari berbagai pihak termasuk teman sekampus dan
pihak dosen, maka Gema dan Aly aktif mengikuti berbagai kompetisi berbisnis untuk menunjang pengalaman mereka. Terakhir, mereka mendapatkan tambahan modal lewat ajang Mandiri
Business Plan pada tahun 2013 lalu.
Hasil penjualan eskrim salak mereka saat ini terbilang terus meningkat. Dari semula menggunakan gerobak dorong sekarang sudah berubah menjadi gerobak
yang dilengkapi dengan sepeda motor Vespa, sehingga memudahkan distribusi dan penjualan eskrim. Terkait omzet, Gema memberi
sedikit bocoran dengan 3 outlet yang mereka miliki sekarang, omzet berkisar antara
5-10 juta rupiah per bulan. Satu outlet berada
di jalan Halat Medan dan dua Outlet lainnya terletak di
kawasan kampus USU.
Cerita sukses Gema dan Aly yang sudah bisa menghasilkan uang sejak dari bangku kuliah,
bukannya tanpa kendala. Gema dan Alyefi sudah
merasakan pahit getirnya merintis sebuah bisnis. Berbagai tantangan sudah mereka lewati diantaranya Vespa pembawa gerobak yang mogok dan penurunan omzet pada saat musim penghujan.
“Ini kan gerobak pakai
motor Vespa tua, jadi sering mogok. Kami
kadang harus dorong gerobaknya
3-5 Kilometer, belum lagi kalau hujan pasti
yang beli cuma sedikit dan kita sudah pasti
rugi. Walaupun bisa dijual lagi tapi tekstur eskrimnya sudah berubah,”
ujar Gema.
Pencapaian kedua mahasiswa
USU ini ternyata tidak hanya sampai
di sini. Dengan ide penjualan eskrim salak,
Gema dan Alyefi berhasil menjuarai kompetisi Wirausaha Muda Mandiri
Regional I
(Aceh, Sumut, Riau, dan Kepri) dan bulan Maret
2015 lalu Gema dan Alyefi telah mengikuti kompetisi Wirausaha Muda Mandiri lanjutan
Tingkat Nasional di Jakarta.
Terkait rencana kedepannya,
Gema menuturkan bahwa saat ini dia dan Alyefi sudah membuat rencana jangka pendek,
yakni mereka menargetkan dalam satu tahun kedepan bisnis eskrim salak ini bias memiliki
10 outlet. Dan untuk 3 tahun kedepan mereka sudah memiliki
food truck. Es krim salak ini juga bisa dipesan lewat program
program delivery order gratis dengan radius 3 Kilometer dari Kampus USU.
Dua mahasiswa Teknik Industri ini berencana untuk bekerja sama dengan
pihak Bank untuk eskpansi ke luar kota Medan seperti Pekan Baru, Padang dan
Aceh. “Rencananya dalam 5 tahun kedepan kami ingin menjual bisnis ini lewat
kerja sama dengan pihak swasta berbasis sistem kemitraan. Namun ini masih dalam
proses yang cukup panjang karena banyak hal internal yang harus kami matangkan
terlebih dahulu. Tentu dalam berbisnis semua pihak ingin diuntungkan, jangan
sampai ada yang rugi dong, ha-ha-ha” ujar Gema dengan optimis.